Malam sudah larut, perempuan itu sedang diterpa
rindu. ia baik baik saja disini, ia pun tau yang sedang di rindu pun pasti baik
baik saja disana. Jarak yang tidak baik baik saja sekarang… perempuan itu
menarik nafas sedalam dalamnya hingga paru paru tak sanggup lagi menampung oksigen, dihembuskannya perlahan berharap dengan cara seperti itu membuat jarak
bisa kembali baik baik saja. Tapi yang dirasa malah lebih parah, sesaat setelah
dihembuskan perempuan itu sadar jarak masih sangat jauh.
Paru paru perempuan itu seperti ada sekat
mengahalangi udara masuk, membuatnya terengah engah serta jantungnya makin
berdegup kencang, tangannya berkeringat, keringat dingin, entah karena cuaca
yang memang sedang dingin, atau karena pendingin ruangan dikamarnya. Begini rindu yang selalu datang tiap hari.. Oh ya,
dingin… mengapa dingin selalu dikaitkan dengan rindu?
Tepat beberapa minggu lalu, perempuan itu tau
keadaan tak akan lagi sama, yang dirindunya pergi sebentar, hanya sebentar ia
tau, namun diwaktu sebentar itu keadaan pasti berubah… lalu, waktu yang
dirindunya masih disini, ia tau semua akan baik baik saja selama mereka bersama
setiap hari, apapun keadaan yang menerpanya, perempuan itu mengandalkan yang
dirindunya disini.
Yang dirindunya baru saja mengabarkan kabarnya lewat
teknologi digital yang memungkinkan mereka bertatap muka, senang rasanya
perempuan itu, ia ingin melimpahkan semua rasa rindunya, tapi ditahan. Ia tak
ingin terlihat sangat merindukan, walaupun raganya seakan akan ingin memeluk
erat telepon genggamnya, walaupun rasanya ingin saja tidur tanpa mematikan
telepon genggamnya karena ia merasa dekat hanya lewat gelombang suara, beberapa
kali yang dirindunya merasa konyol melakukan itu dan tertawa. Tawa yang dirindunya
sangat dinanti seperti pelukan yang diharap tidak akan lama lagi disini….