Sinar matahari siang sudah masuk di jendela kamar,
seorang perempuan masih saja diatas tempat tidurnya entah ia
sudah bangun kemudian tidur lagi, atau sudah bangun kemudian masih sibuk dengan
handphone-nya, benda pertama yang ia
cari. Sesaat mengutak atik social medianya, hanya untuk mencari tau moment di
path siapa saja dan apa yang dilewatkan saat lelapnya tadi malam.
Sesungguhnya
perempuan ini tidak malas, dia tau dia tidak malas, dia bisa mengerjakan
apapun, sekalipun itu pekerjaan rumah tangga, dia bisa mencuci baju,
menyetrika, menyapu, dan mengepel. Tapi itu tak dilakukan, tidak sedang mood
katanya, ya, moody, entah mengapa perempuan jaman sekarang selalu moody-an. Waktu
menunjukkan sejam lagi tengah hari, dan perempuan itu masih saja disana, dan
ibunya, ibunya yang biasa selalu berteriak teriak membangunkan kini tak lagi
berteriak, ia biarkan saja anaknya entah sedang apa tengah hari masih didalam
kamar.
Sudah
puas mengutak atik handphone, perempuan itu bangun dan menggeliat geliat
meregangkan badan, matahari sudah sangat pas diatas kepala pikirnya. Ia beranjak
dari tempat tidur, ke kamar mandi, menggosok gosokkan muka dengan air, menyikat
gigi, dan turun ke bawah, ke ruang makan. Masih dengan jalan gontai khas bangun
siang ia membuka tudung saji tempat makanan, ibunya masak cumi goreng
kesukaannya.
Sudah pas kamu jadi pengangguran, bangun siang
langsung cari makanan, ibunya nyeletuk saat perempuan itu baru saja mau
mengambil nasi, tertohok kata kata ibunya tapi tak digubris malah dengan santai
menyendokkan makanan ke mulut, duduk didepan TV sambil mengangkat kaki. Ah ibu,
kan namanya masih usaha cari kerja, ya gak tau mau ngapain, mau beres beres
sudah ada kak Dian kan?. Dian yang baru seminggu bekerja sebagai asisten rumah
tangga seolah merebut pekerjaannya yang biasa harus mencuci baju dan
menyetrika.
Perempuan ini sudah menyelesaikan pendidikan perguruan
tingginya sekitar 5 bulan lalu, sudah sarjana. Dengan gelar Sarjana Ekonomi di
belakang namanya dia belum juga mendapatkan pekerjaan. Sudah berpuluh puluh perusahaan
dilamarnya namun belum ada yang
berjodoh. Sebenarnya ia sudah sangat depresi, ia ingin secepatnya bekerja,
wataknya yang selalu bosan tidak melakukan apa apa sedikit membuatnya kalang
kabut hampir mati kebosanan. Kalau hanya sekedar jalan jalan dengan sahabat pun
sudah bosan, tempat yang didatangi itu itu saja. Kota yang tidak terlalu besar ini
nampaknya mulai tidak bersahabat.
Perempuan ini sehabis menangis sesegukan dikamar
tadi malam, ia bingung, ia hilang kepercayaan diri, ia hilang motivasi, ia
ingin melakukan sesuatu tapi tidak tau apa yang harus dilakukan, ia ingin
melakukan sesuatu yang berguna, tapi tidak tau harus memulai dari mana. Ia ingin
keluar dari kota ini, berkelana mencari sesuatu yang tidak ia dapatkan disini. Kota
ini sangat menghalanginya berkembang.
Sesungguhnya perempuan ini sangat menyukai
bernyanyi, ia sangat tertarik dengan seni, dulu sewaktu lulus SMA ia ingin
sekali melanjutkan ke sekolah broadcast,
tapi kota ini menghalangi, ibu ayah menghalangi, ia terpaksa ke sekolah ekonomi
dan kehilangan arah. Terpikir olehnya sekarang bagaimana jika ia sekolah lagi
di luar kota dan mencoba peruntungan bekerja di stasiun TV swasta, tapi ia pasti
sudah tau jawabannya… lagi lagi kota ini menghalanginya, ibu ayah mungkin tak
mengizinkan.
Opsi lain yang terpikirkan, bagaimana jika ia tak
usah mencari kerja, menunggu pacarnya melamar, dan hidup bahagia berdua,
selamanya…………. Oh ya, ibunya pasti tak mengizinkan, sudah disekolahkan anaknya
tinggi tinggi dan langsung menikah? Apa kata orang?
Bu, ayah, ia terkurung dan tak bisa berkembang
seperti yang ia mau…………………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar